Hari ini saya ingin sharing tentang
pengalaman PPL (Praktek Profesi Lapangan). Pengalaman yang mengajari saya
tentang banyak hal. Pengalaman yang tak bisa dibeli dengan rupiah, euro, maupun
dolar sekalipun. Pengalaman yang mengajariku tentang berfikir secara mendalam
tentang siapa diri ini sebenarnya dan untuk apa saya berada disini. Hari
pertama PPL kesannya masih biasa saja, cukup canggung dengan semuanya.
Beradaptasi di tempat baru bukan hal yang mudah. Butuh banyak penyesuaian dan
mampu mengendalikan diri tapi bukan berarti harus menjadi orang lain.
Dear, ketika PPL, saya praktek di salah
satu sekolah swasta. Ya, sekolah swasta yang ada di pedesaan dan istilahnya
jauh jika dibandingkan dengan kualitas sekolah yang ada di kota. Kenapa saya
bilang begitu, ya…..dari siswa-siswa disini, low motivation banget untuk
belajar di dalam kelas. Mereka lebih suka ketika keluar kelas, bukan untuk
belajar, tapi untuk main-main. Keinginan mereka untuk tau tentang sesuatu yang
bersifat scientific sangat rendah, jadi memang harus berjuang untuk menumbuhkan
kesadaran mereka sebagai siswa tentang betapa pentingnya belajar untuk masa
depan mereka.
Oke langsung saja, waktu itu saya masuk
di kelas XI IPA. Jumlah siswanya sekitar 30 orang. Ketika masuk, sudah di
sambut oleh suara-suara yang sangat berisik. Seperti, “yaaaaah kok ada guru
pengganti sih?”, “males lah belajar miss..”, “miss ngopo sih belajar
bahasa inggris, angel lho bu” ya,
dengan aksen mereka masing-masing yang sangat kental dengan bahasa jawa. Sempet
agak shock, salah satu siswi duduk dengan kaki di atas meja, menggunakan rok
pula. Mau menegur, tapi kok baru masuk pertama kali, ngga ditegur tapi posisi
saya sebagai guru. Akhirnya sebelum kelas dimulai, saya mendekekati siswi itu dengan senyum, akhirnya tanpa saya
berkata apapun, dia sudah mengerti. Alhamdulillah.
Situasi kelas yang sangat riuh
benar-benar membuat saya geregetan. Bagaimana tidak, biasanya mengajar
di small class dengan situasi belajar yang sangat kondusif dan fasilitas
lengkap. Tapi ketika praktek, benar-benar terbalik situasi dan kondisinya. Tak
apalah, artinya Allah memberikan kesempatan untuk belajar dan terus bersyukur
atas apa yang sudah saya peroleh.
Setelah saya coba ingat kembali ketika
belajar psikologi di kampus, seorang dosen psikologi pernah menjelaskan, “setiap anak (siswa.red)
memiliki kepribadian yang berbeda-beda, mereka sesekali mencari-cari perhatian
dari gurunya dengan cara yang unik. Biasanya, mereka suka berulah yang
tidak-tidak, yang sering kita bilang kalau anak tersebut adalah anak nakal.
Anak nakal yang sering kita bilang di kelas adalah anak yang sebenarnya butuh
perhatian lebih dari sang guru. Karena kita belum tau bagaimana latar belakang
dari anak tersebut, tidak dapat dipungkiri jika hal tersebut sangat bepengaruh
terhadap sikap dan tingkah laku mereka.
Sudah hampir satu minggu saya PPL di
sekolah ini, suasana sudah banyak yang berubah. Saya sudah mulai bisa
beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Baik dengan guru ataupun murid dan
warga sekolah lainnya, seperti ibu kantin dan petugas kebersihan. Semakin lama
saya disini, semakin saya mencintai sekolah ini, entah saya juga bingung kenapa
saya bisa merasakan semua ini. Padahal, di hari pertama dan kedua, benar-benar
saya ingin pergi dan pindah dari sekolah ini dan ingin pindah ke kota aja.
Karena waktu merasa agak frustasi, yang ada di fikiran saya hanya kata “move”
“move” “move” dan cari tempat yang sedia segala fasilitas. Astagfirullah, mungkin saat itu aku benar-benar
tidak bisa mengendalikan emosi meskipun dari luar tampak baik-baik saja.
Hari-hari berikutnya melukiskan kenangan
yang begitu membekas. Ketika aku udah mulai nyaman mengajar siswa-siswi disini,
ta’zim kepada guru-guru dan merasa sangat diterima keberadaannya di sekolah
ini. Saat itu aku mengajar di salah satu kelas XII, ah mungkin ini pengalaman
konyol yang pernah ku alami selama PPL. Dimana ada salah satu siswi sangat
cemburu karena pacarnya (siswa.red) sering menghubungiku daripada pacarnya.
Haduh, memang serba salah. Padahal sudah merespon dengan sangat wajar bahkan
tak ada indikasi apapun yang merujuk bahwa aku ada sesuatu dengan siswa itu.
Sedih sih iya ketika mengalami masalah itu, tapi ketika sharing dengan yang
lain, ternyata itu adalah hal yang lumrah dan biasa. Mungkin hanya karena aku tidak
terbiasa menghadapi masalah seperti itu. Tapi sudahlah, kan pada akhirnya siswi
itu meminta maaf dan itu pun di luar
dugaan. Terkadang bersama mereka begitu lucu.
Di sisi lain, aku juga mengikuti kegiatan
mereka, yaitu ROHIS. Salah satu organisasi yang menumbuhkanku ketika aku duduk
di bangku SMA. Disaat itu pula, semakin aku merasa cinta dengan pekerjaan
sementara ini sebagai guru praktikan di sekolah tersebut. Menemani mereka
seolah mereka mengganggap aku sebagai guru atau kakak mereka sendiri. Saling
berbagi cerita, saling memberikan semangat dan saling mengisi satu sama lain.
Pengalaman PPL ini begitu membuat saya jatuh cinta. Jatuh cinta dengan mereka.
Saat ini, hanya kerinduan yang ku
rasakan. Rindu saat dimana aku dan teman-teman praktikan menginjakkan kaki
pertama kali di sekolah ini, mengikuti doa bersama di lapangan setiap pagi,
mendata siswa yang rajin ‘telat’ dengan alasan yang salalu berbeda, masuk kelas
mereka ketika guru tidak hadir, sholat berjamaah, mengikuti mereka latihan
marching band, rohis, bela diri, mengikuti upacara bendera setiap hari senin, senam
bersama setiap hari jumat, bercanda dengan ibu dan bapak yang ada di sekolah, dan lain sebagainya. Semua itu membuat aku
rindu sekali dengan sekolah dan juga semua hal yang berkaitan dengan itu. Terimakasih
untuk semuanya J.
Seputih Raman,
02 September 2016
Venus**
EmoticonEmoticon