Saturday, October 15, 2016

My PPL (Praktek Profesi Lapangan) stories




Hari ini saya ingin sharing tentang pengalaman PPL (Praktek Profesi Lapangan). Pengalaman yang mengajari saya tentang banyak hal. Pengalaman yang tak bisa dibeli dengan rupiah, euro, maupun dolar sekalipun. Pengalaman yang mengajariku tentang berfikir secara mendalam tentang siapa diri ini sebenarnya dan untuk apa saya berada disini. Hari pertama PPL kesannya masih biasa saja, cukup canggung dengan semuanya. Beradaptasi di tempat baru bukan hal yang mudah. Butuh banyak penyesuaian dan mampu mengendalikan diri tapi bukan berarti harus menjadi orang lain.
Dear, ketika PPL, saya praktek di salah satu sekolah swasta. Ya, sekolah swasta yang ada di pedesaan dan istilahnya jauh jika dibandingkan dengan kualitas sekolah yang ada di kota. Kenapa saya bilang begitu, ya…..dari siswa-siswa disini, low motivation banget untuk belajar di dalam kelas. Mereka lebih suka ketika keluar kelas, bukan untuk belajar, tapi untuk main-main. Keinginan mereka untuk tau tentang sesuatu yang bersifat scientific sangat rendah, jadi memang harus berjuang untuk menumbuhkan kesadaran mereka sebagai siswa tentang betapa pentingnya belajar untuk masa depan mereka.
Oke langsung saja, waktu itu saya masuk di kelas XI IPA. Jumlah siswanya sekitar 30 orang. Ketika masuk, sudah di sambut oleh suara-suara yang sangat berisik. Seperti, “yaaaaah kok ada guru pengganti sih?”, “males lah belajar miss..”, “miss ngopo sih belajar bahasa inggris, angel  lho bu” ya, dengan aksen mereka masing-masing yang sangat kental dengan bahasa jawa. Sempet agak shock, salah satu siswi duduk dengan kaki di atas meja, menggunakan rok pula. Mau menegur, tapi kok baru masuk pertama kali, ngga ditegur tapi posisi saya sebagai guru. Akhirnya sebelum kelas dimulai, saya mendekekati  siswi itu dengan senyum, akhirnya tanpa saya berkata apapun, dia sudah mengerti. Alhamdulillah.
Situasi kelas yang sangat riuh benar-benar membuat saya geregetan. Bagaimana tidak, biasanya mengajar di small class dengan situasi belajar yang sangat kondusif dan fasilitas lengkap. Tapi ketika praktek, benar-benar terbalik situasi dan kondisinya. Tak apalah, artinya Allah memberikan kesempatan untuk belajar dan terus bersyukur atas apa yang sudah saya peroleh.
Setelah saya coba ingat kembali ketika belajar psikologi di kampus, seorang dosen psikologi  pernah menjelaskan, “setiap anak (siswa.red) memiliki kepribadian yang berbeda-beda, mereka sesekali mencari-cari perhatian dari gurunya dengan cara yang unik. Biasanya, mereka suka berulah yang tidak-tidak, yang sering kita bilang kalau anak tersebut adalah anak nakal. Anak nakal yang sering kita bilang di kelas adalah anak yang sebenarnya butuh perhatian lebih dari sang guru. Karena kita belum tau bagaimana latar belakang dari anak tersebut, tidak dapat dipungkiri jika hal tersebut sangat bepengaruh terhadap sikap dan tingkah laku mereka.
Sudah hampir satu minggu saya PPL di sekolah ini, suasana sudah banyak yang berubah. Saya sudah mulai bisa beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Baik dengan guru ataupun murid dan warga sekolah lainnya, seperti ibu kantin dan petugas kebersihan. Semakin lama saya disini, semakin saya mencintai sekolah ini, entah saya juga bingung kenapa saya bisa merasakan semua ini. Padahal, di hari pertama dan kedua, benar-benar saya ingin pergi dan pindah dari sekolah ini dan ingin pindah ke kota aja. Karena waktu merasa agak frustasi, yang ada di fikiran saya hanya kata “move” “move” “move” dan cari tempat yang sedia segala fasilitas.  Astagfirullah, mungkin saat itu aku benar-benar tidak bisa mengendalikan emosi meskipun dari luar tampak baik-baik saja.
Hari-hari berikutnya melukiskan kenangan yang begitu membekas. Ketika aku udah mulai nyaman mengajar siswa-siswi disini, ta’zim kepada guru-guru dan merasa sangat diterima keberadaannya di sekolah ini. Saat itu aku mengajar di salah satu kelas XII, ah mungkin ini pengalaman konyol yang pernah ku alami selama PPL. Dimana ada salah satu siswi sangat cemburu karena pacarnya (siswa.red) sering menghubungiku daripada pacarnya. Haduh, memang serba salah. Padahal sudah merespon dengan sangat wajar bahkan tak ada indikasi apapun yang merujuk bahwa aku ada sesuatu dengan siswa itu. Sedih sih iya ketika mengalami masalah itu, tapi ketika sharing dengan yang lain, ternyata itu adalah hal yang lumrah dan biasa. Mungkin hanya karena aku tidak terbiasa menghadapi masalah seperti itu. Tapi sudahlah, kan pada akhirnya siswi itu meminta maaf  dan itu pun di luar dugaan. Terkadang bersama mereka begitu lucu.
Di sisi lain, aku juga mengikuti kegiatan mereka, yaitu ROHIS. Salah satu organisasi yang menumbuhkanku ketika aku duduk di bangku SMA. Disaat itu pula, semakin aku merasa cinta dengan pekerjaan sementara ini sebagai guru praktikan di sekolah tersebut. Menemani mereka seolah mereka mengganggap aku sebagai guru atau kakak mereka sendiri. Saling berbagi cerita, saling memberikan semangat dan saling mengisi satu sama lain. Pengalaman PPL ini begitu membuat saya jatuh cinta. Jatuh cinta dengan mereka.
Saat ini, hanya kerinduan yang ku rasakan. Rindu saat dimana aku dan teman-teman praktikan menginjakkan kaki pertama kali di sekolah ini, mengikuti doa bersama di lapangan setiap pagi, mendata siswa yang rajin ‘telat’ dengan alasan yang salalu berbeda, masuk kelas mereka ketika guru tidak hadir, sholat berjamaah, mengikuti mereka latihan marching band, rohis, bela diri, mengikuti upacara bendera setiap hari senin, senam bersama setiap hari jumat, bercanda dengan ibu dan bapak yang ada di sekolah,  dan lain sebagainya. Semua itu membuat aku rindu sekali dengan sekolah dan juga semua hal yang berkaitan dengan itu. Terimakasih untuk semuanya J.

Seputih Raman,
02 September 2016


Venus**


EmoticonEmoticon